Selasa, 22 Juli 2008
TAK CUKUP DENGAN NIAT BAIK
Jepang, abad ke 16.
Di suatu provinsi yang kering, gersang, dan miskin, lahirlah seorang bayi laki-laki yang bernama Shimazu Takahisa. Ia adalah putra dari Shimazu Tadayoshi, anggota klan Shimazu yang cukup disegani. Belakangan, Takahisa diadopsi oleh Shimazu Katsuhisa, daimyo (ketua) klan Shimazu. Katsuhisa mempersiapkan Takahisa untuk menduduki jabatan sebagai ketua klan.
Sejak muda, Takahisa telah banyak memperhatikan kehidupan rakyatnya yang miskin. Ia bertekad, bila kelak telah menduduki tampuk pimpinan klan, ia akan memperbaiki nasib rakyatnya.
Saat Takahisa beranjak dewasa, ia diangkat menjadi ketua klan Shimazu. Begitu diresmikan sebagai pemimpin, ia segera melaksanakan niat lamanya yaitu memperbaiki nasib rakyatnya. Caranya adalah dengan melakukan ekspansi besar-besaran, berperang dan menduduki berbagai daerah di seluruh penjuru Jepang. Shimazu Takahisa tercatat sebagai daimyo pertama yang mengimpor mesiu dari Eropa dan memanfaatkannya dalam peperangan. Tak heran bila pada puncak kejayaannya, Shimazu Takahisa tercatat menguasai nyaris ¼ wilayah Jepang!
Lantas bagaimana tanggapan rakyatnya atas ’prestasi’ Shimazu Takahisa ini?
Alih-alih berterima kasih apalagi memuja, rakyat Takahisa justru mencerca pemimpinnya sebagai “Lalim”, ”Haus Kekuasaan”, ”Tukang Berperang” dan sebagainya. Bukannya merasa ditingkatkan taraf hidupnya, rakyat justru ketakutan dan muak dengan segala peperangan yang dilakukan Takahisa.
Takahisa sangat sedih begitu mendengar cemooh seperti itu. Ia memanggil para menteri dan Jendral-jendralnya lalu berkata “ Wahai para Menteri dan Jendral-jendralku, tarik semua prajuritmu, kita kembali ke istana dan mulai saat ini kita berhenti berperang!”
Semua menteri dan jenderal yang menghadiri pertemuan itu heran dan terkejut, namun mereka tetap melaksanakan apa yang telah menjadi titah Takahisa.
Berminggu-minggu Takahisa mengurung diri didalam kamar istana sembari memikirkan bagaimana cara untuk merebut hati rakyat. Di saat yang bersamaan pemberontakan terjadi di mana-mana, sampai pada akhirnya Takahisa meninggal karena sakit.
Kata-kata terakhir Takahisa yang terucap adalah :
“ Apa yang dapat aku berikan kepada rakyatku agar mereka bahagia dan mencintai aku, lebih penting dari pada apa yang telah rakyatku berikan padaku “.
Makna dari kisah diatas adalah :
Terkadang niat yang baik sekalipun tidak berhasil mencapai tujuannya - bila tidak disertai dengan pemahaman yang memadai. Seperti Shimazu Takahisa dalam kisah di atas; ia mengira yang diinginkan oleh rakyatnya adalah kemasyhuran dan kejayaan perang – padahal rakyatnya hanyalah mengidamkan kehidupan yang damai dan tenteram!
Bukan tidak mungkin hal yang sama terjadi juga dalam kehidupan kita sehari-hari. Tindakan yang kita dasari dengan niat baik, bisa jadi tidak sesuai dengan kebutuhan orang lain sehingga justru menjadi tindakan yang merugikan.
Sebelum terjadi kesalahpahaman yang berakibat fatal, tidak ada salahnya kita kumpulkan informasi sebanyak-banyaknya. Dengan kata lain, itulah pentingnya komunikasi…
Label:
Learning to Motivation