Selasa, 22 Juli 2008

HIMPUNAN KEBIASAAN KECIL

Di tanah Tiongkok pada jaman dahulu kala, hidup seorang panglima perang yang sangat terkenal karena memiliki keahlian memanah yang tiada tandingannya. Suatu hari sang panglima ingin memperlihatkan keahliannya memanah kepada rakyat banyak. Lalu diperintahkan kepada prajurit bawahannya agar menyiapkan papan sasaran serta 100 buah anak panah di sebuah lapangan luas. Rakyat pun berkumpul penuh rasa ingin tahu menyaksikan peristiwa langka ini. Setelah semua siap dan perangkat memanah sudah ditangannya, sang panglima pun memasuki lapangan dengan percaya diri yang tinggi. Sesaat kemudian sang panglima mulai menarik busur dan melepaskan satu persatu anak panah itu kesasaran. Shut… shut… shut… anak-anak panah pun melesat dari busur dan tertancap tepat disasarannya. Rakyat pun bersorak sorai dan bersuit-suit menyaksikan kehebatan sang panglima dalam memanah. Dalam waktu singkat, 100 kali anah panah dilepaskan, 100 anak panah tepat mengenai sasaran. Dengan wajah berseri-seri dan penuh kebanggaan sang panglima berucap, “Rakyatku! Lihatlah panglimamu. Keahlian memanahku adalah karunia dewata yang tiada tandingannya di seantero negeri ini. Bagaimana pendapat kalian?” Semua penonton berteriak memuji, “Hebat…! Hebat…! Hebat…!” Namun disela-sela teriakan pujian tersebut, tiba-tiba menyeruak seorang penjual minyak yang sudah tua. Ia menyeletuk keras, “Panglima memang hebat! Tetapi, kepandaian panglima itu bukanlah karunia yang turun dari langin, melainkan hanya hasil dari kebiasaan kecil yang dilatih terus menerus!” Sontak panglima dan penonton yang tadi meneriakkan puji-pujian memandang dengan tercengang ke arah penjual minyak tadi. Mereka bertanya-tanya, apa maksud perkataan orang tua tersebut. Penjual minyak pun sadar, perkataannya barusan mendapat reaksi kurang bersahabat. “Tunggu sebentar…” ujarnya, sambil tiba-tiba beranjak dari tempatnya, lalu mengambil sebuah uang koin kuno yang berlubang di tengahnya. Koin tersebut diletakkan di atas mulut botol minyak yang kosong. Lalu dengan penuh keyakinan, ia mengambil gayung berisi minyak dan menuangkannya ke atas koin. Tak berapa lama botol guci pun penuh terisi. Hebatnya, tak ada setespun minyak yang mengenai permukaan koin tersebut! Semuanya lolos melewati lubang kecil yang diameternya tidak lebih dari 1/4 cm. Panglima perang dan rakyat penonton tercengang, lalu mendadak bersorak-sorai menyaksikan demontrasi keahlian tersebut. “Hebat… hebat luar biasa!” teriak mereka. Dengan penuh kerendahan hati, siorang tua penjual minyak itu membungkukan badan memberi hormat kepada sang panglima, sambil mengucapkan kalimat bijaknya. “Kebiasaan yang diulang terus-menerus, akan melahirkan keahlian”. Habit is Power. Artinya, semakin sering kita melakukan sesuatu hal, maka penguasaan dan keterampilan kita atas hal tersebut pasti akan semakin bagus pula. Apalagi jika kita menjadikannya sebagai kebiasaan, dan dalam menjalankannya ada usaha-usaha untuk meningkatkan kualitas kemampuan, maka keahlian kita pasti meninggkat pula. Alhasil, sesuatu yang semula tidak biasa kita lakukan, sesuatu yang tampak begitu sulit, akhirnya menjadi mudah bahkan bisa berjalan secara otomatis. Orang lain yang tidak biasa melakukannya akan menganggap keahlian yang diperoleh dari kebiasaan tersebut sebagai sesuatu yang istimewa.   Paruh terakhir dari kehidupan seorang manusia ditentukan dari kebiasaan-kebiasaan yang dilakukannya pada paruh pertama kehidupannya. ::Fyodor Dostoevsky (1821 - 1881)