Tampilkan postingan dengan label Learning to Motivation. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Learning to Motivation. Tampilkan semua postingan

Selasa, 22 Juli 2008

TERGANTUNG SUDUT PANDANG

Ada seorang ibu rumah tangga yang memiliki 4 anak laki-laki. Urusan belanja, cucian, makan, kebersihan & kerapihan rumah dapat ditanganinya dengan baik. Rumah tampak selalu rapih, bersih & teratur dan suami serta anak-anaknya sangat menghargai pengabdiannya itu. Cuma ada satu masalah, ibu yang pembersih ini sangat tidak suka kalau karpet di rumahnya kotor. Ia bisa meledak dan marah berkepanjangan hanya gara-gara melihat jejak sepatu di atas karpet, dan suasana tidak enak akan berlangsung seharian. Padahal, dengan 4 anak laki-laki di rumah, hal ini mudah sekali terjadi terjadi dan menyiksanya. Atas saran keluarganya, ia pergi menemui seorang psikolog bernama Virginia Satir, dan menceritakan masalahnya. Setelah mendengarkan cerita sang ibu dengan penuh perhatian, Virginia Satir tersenyum & berkata kepada sang ibu, "Ibu harap tutup mata ibu dan bayangkan apa yang akan saya katakan" Ibu itu kemudian menutup matanya. "Bayangkan rumah ibu yang rapih dan karpet ibu yang bersih mengembang, tak ternoda, tanpa kotoran, tanpa jejak sepatu, bagaimana perasaan ibu?" Sambil tetap menutup mata, senyum ibu itu merekah, mukanya yang murung berubah cerah. Ia tampak senang dengan bayangan yang dilihatnya. Virginia Satir melanjutkan, "Itu artinya tidak ada seorangpun di rumah ibu. Tak ada suami, tak ada anak-anak, tak terdengar gurau canda dan tawa ceria mereka. Rumah ibu sepi dan kosong tanpa orang-orang yang ibu kasihi". Seketika muka ibu itu berubah keruh, senyumnya langsung menghilang, napasnya mengandung isak. Perasaannya terguncang. Pikirannya langsung cemas membayangkan apa yang tengah terjadi pada suami dan anak-anaknya. "Sekarang lihat kembali karpet itu, ibu melihat jejak sepatu & kotoran disana, artinya suami dan anak-anak ibu ada di rumah, orang-orang yang ibu cintai ada bersama ibu dan kehadiran mereka menghangatkan hati ibu". Ibu itu mulai tersenyum kembali, ia merasa nyaman dengan visualisasi tersebut. "Sekarang bukalah mata ibu." Ibu itu membuka matanya. "Bagaimana, apakah karpet kotor masih menjadi masalah buat ibu?" Ibu itu tersenyum dan menggelengkan kepalanya. "Saya mengerti maksud Anda" ujar sang ibu, "Jika kita melihat dengan sudut yang tepat, maka hal yang tampak negatif dapat dilihat secara positif". Sejak saat itu, sang ibu tak pernah lagi mengeluh soal karpetnya yang kotor, karena setiap melihat jejak sepatu disana, ia tahu, keluarga yang dikasihinya ada di rumah. Kisah di atas adalah kisah nyata. Virginia Satir adalah seorang psikolog terkenal yang mengilhami Richard Bandler & John Grinder untuk menciptakan NLP (Neurolinguistic Programming) . Dan teknik yang dipakainya di atas disebut "Reframing", yaitu bagaimana kita 'membingkai ulang' sudut pandang kita sehingga sesuatu yang tadinya negatif dapat menjadi positif. Berikut ini beberapa contoh pengubahan sudut pandang : Saya BERSYUKUR; 1.Untuk istri yang mengatakan malam ini kita hanya makan mie instan, karena itu artinya ia bersama saya bukan dengan orang lain. 2.Untuk suami yang hanya duduk malas di sofa menonton TV, karena itu artinya ia berada di rumah dan bukan di bar, kafe, atau di tempat mesum. 3.Untuk anak-anak yang ribut mengeluh tentang banyak hal, karena itu artinya mereka di rumah dan tidak jadi anak jalanan. 4.Untuk deadline mepet dan pekerjaan yang menumpuk, karena itu artinya saya punya pekerjaan dan penghasilan tetap. 5.Untuk sampah dan kotoran bekas pesta yang harus saya bersihkan, karena itu artinya keluarga kami dikelilingi banyak teman. 6.Untuk pakaian yang mulai kesempitan, karena itu artinya saya cukup makan. 7.Untuk rasa lelah, capai dan penat di penghujung hari, karena itu artinya saya masih mampu bekerja keras. 8.Untuk semua kritik yang saya dengar tentang pemerintah, karena itu artinya masih ada kebebasan berpendapat. 9.Untuk bunyi alarm keras jam 5 pagi yang membangunkan saya, karena itu artinya saya masih bisa terbangun, masih hidup. 10.Untuk semua masalah dan penderitaan hidup yang saya alami, karena itu artinya saya memiliki pengharapan hidup kekal yang penuh sukacita di surga. Bagaimana dengan Anda, siap mengubah sudut pandang hari ini? Kehidupan tidak berjalan mengikuti kemauan kita. Kehidupan memilih jalannya sendiri. Adalah cara kita menghadapi kehidupan yang akan membuat perbedaan. ::Virginia Satir::

TERBANG SEBERAPA TINGGI?

Pada suatu hari di pinggir kota ada sebuah perayaan besar. Suasana sangat ramai dan semarak. Ada akrobat, sirkus, permainan ketangkasan, dan tentunya tak ketinggalan para pedagang menjajakan beraneka ragam dagangan. Di antara para pengunjung, nampak seorang ayah membawa anaknya yang masih balita. Setelah melihat-lihat beberapa stan, mereka sampai ke depan seorang penjual balon. “Ayah… aku mau balon," pinta si anak sambil menunjuk balon-balon warna-warni yang dijajakan. Sang ayah menuruti permintaannya. “Bang… beli balonnya satu," kata sang ayah kepada penjual. “Baik…….adik kecil mau yang mana?” tanya penjual balon dengan ramah. “Mau yang kuning," jawab sang anak dengan mantap dan riang. Tukang balon pun memilih balon yang kuning. Namun, sebelum balon tersebut pindah tangan, tiba-tiba si anak berkata lagi. “Ganti deh…..nggak jadi yang kuning. Aku mau yang hijau aja.” Tukang balonpun menurutinya. Sebelum balon hijau di berikan, si anak berkata lagi, “Nggak jadi yang hijau. Yang merah aja.” Lagi-lagi si penjual menuruti keinginan pelanggannya. Namun ketika balon merah dipegangnya, si anak berkata lagi. “Eh… ganti… ganti aja. Aku nggak mau yang merah, yang biru aja.” Karena merasa heran, tukang balon lalu bertanya. “Adik, sebenarnya kamu ingin balon yang mana sih?" “Aku mau balon yang terbangnya paling tinggi,” jawab si anak. "Oh, kalau itu yang kamu cari, tidak ditentukan oleh warnanya, tetapi oleh besar tekanan gasnya. Sini abang tambahkan gas lebih banyak ke balon yang kuning ini, biar terbangnya tinggi ya..." kata tukang balon seraya memompa gas lebih banyak. Dengan demikian si anak akhirnya mendapatkan balon yang diinginkannya. Apakah kita mampu terbang ke angkasa kehidupan atau ke puncak kesuksesan, semuanya itu semata-mata karena adanya daya dorong (semangat, kemauan, keyakinan, antusiasme) dari dalam kita, yang diumpamakan sebagai gas dalam balon. Melalui aktualisasi diri, maka impian kita untuk membubung tinggi semakin dekat dengan kenyataan. Sama seperti anak kecil yang mengira tinggi terbangnya sebuah balon ditentukan oleh warna, demikian pula banyak orang yang memiliki anggapan keliru bahwa sukses tidaknya seseorang ditentukan oleh faktor-faktor eksternal seperti keturunan, warna kulit, jenis kelamin, dan sebagainya. Semua itu salah. Yang benar adalah: the spirit of success dalam diri kita bagaikan gas ringan dalam balon, itulah yang mampu melambungkan kita ke angkasa sukses yang lebih tinggi. Jika ingin meraih sukses yang tertinggi, terbesar, dan terjauh, maka perkuatlah diri Anda dengan semangat tinggi, antusiasme besar dan kerja keras yang dipandu oleh keinginan untuk mewujudkan yang terbaik dari dalam diri kita.   Kerja adalah aktualisasi, aku harus bekerja keras penuh semangat. ::Henri Bun::

TAK CUKUP DENGAN NIAT BAIK

Jepang, abad ke 16. Di suatu provinsi yang kering, gersang, dan miskin, lahirlah seorang bayi laki-laki yang bernama Shimazu Takahisa. Ia adalah putra dari Shimazu Tadayoshi, anggota klan Shimazu yang cukup disegani. Belakangan, Takahisa diadopsi oleh Shimazu Katsuhisa, daimyo (ketua) klan Shimazu. Katsuhisa mempersiapkan Takahisa untuk menduduki jabatan sebagai ketua klan. Sejak muda, Takahisa telah banyak memperhatikan kehidupan rakyatnya yang miskin. Ia bertekad, bila kelak telah menduduki tampuk pimpinan klan, ia akan memperbaiki nasib rakyatnya. Saat Takahisa beranjak dewasa, ia diangkat menjadi ketua klan Shimazu. Begitu diresmikan sebagai pemimpin, ia segera melaksanakan niat lamanya yaitu memperbaiki nasib rakyatnya. Caranya adalah dengan melakukan ekspansi besar-besaran, berperang dan menduduki berbagai daerah di seluruh penjuru Jepang. Shimazu Takahisa tercatat sebagai daimyo pertama yang mengimpor mesiu dari Eropa dan memanfaatkannya dalam peperangan. Tak heran bila pada puncak kejayaannya, Shimazu Takahisa tercatat menguasai nyaris ¼ wilayah Jepang! Lantas bagaimana tanggapan rakyatnya atas ’prestasi’ Shimazu Takahisa ini? Alih-alih berterima kasih apalagi memuja, rakyat Takahisa justru mencerca pemimpinnya sebagai “Lalim”, ”Haus Kekuasaan”, ”Tukang Berperang” dan sebagainya. Bukannya merasa ditingkatkan taraf hidupnya, rakyat justru ketakutan dan muak dengan segala peperangan yang dilakukan Takahisa. Takahisa sangat sedih begitu mendengar cemooh seperti itu. Ia memanggil para menteri dan Jendral-jendralnya lalu berkata “ Wahai para Menteri dan Jendral-jendralku, tarik semua prajuritmu, kita kembali ke istana dan mulai saat ini kita berhenti berperang!” Semua menteri dan jenderal yang menghadiri pertemuan itu heran dan terkejut, namun mereka tetap melaksanakan apa yang telah menjadi titah Takahisa. Berminggu-minggu Takahisa mengurung diri didalam kamar istana sembari memikirkan bagaimana cara untuk merebut hati rakyat. Di saat yang bersamaan pemberontakan terjadi di mana-mana, sampai pada akhirnya Takahisa meninggal karena sakit. Kata-kata terakhir Takahisa yang terucap adalah : “ Apa yang dapat aku berikan kepada rakyatku agar mereka bahagia dan mencintai aku, lebih penting dari pada apa yang telah rakyatku berikan padaku “. Makna dari kisah diatas adalah : Terkadang niat yang baik sekalipun tidak berhasil mencapai tujuannya - bila tidak disertai dengan pemahaman yang memadai. Seperti Shimazu Takahisa dalam kisah di atas; ia mengira yang diinginkan oleh rakyatnya adalah kemasyhuran dan kejayaan perang – padahal rakyatnya hanyalah mengidamkan kehidupan yang damai dan tenteram! Bukan tidak mungkin hal yang sama terjadi juga dalam kehidupan kita sehari-hari. Tindakan yang kita dasari dengan niat baik, bisa jadi tidak sesuai dengan kebutuhan orang lain sehingga justru menjadi tindakan yang merugikan. Sebelum terjadi kesalahpahaman yang berakibat fatal, tidak ada salahnya kita kumpulkan informasi sebanyak-banyaknya. Dengan kata lain, itulah pentingnya komunikasi…

TAHUN BARU

Seekor lalat bersama keluarganya memutuskan untuk pindah ke dalam telinga seekor gajah. “Tuan Gajah, kami  sekeluarga bermaksud pindah ke telingamu.  Tolong dipertimbangkan apakah  kami  bisa pindah atau  tidak? Kami harap minggu  depan sudah dapat kami terima kabarnya,” tutur lalat. Gajah yang bahkan tidak sadar akan kehadiran si lalat hanya bersikap tenang-tenang saja, hingga setelah menunggu selama satu minggu, lalat pun masuk ke telinga gajah, karena yakin bahwa sigajah pasti tidak keberatan. Sebulan kemudian ibu lalat berpendapat, telinga gajah bukan tempat sehat untuk hidup sehingga dia mendesak suaminya untuk keluar dari telinga gajah. Lalat jantan meminta kepada istrinya untuk bersabar dan mau tetap tinggal di telinga gajah ini sekurang-kurangnya satu bulan, sebab ia tidak ingin menyinggung perasaan gajah. Akan tetapi, istri si lalat terus memaksa. Akhirnya, lalat jantan mengatakan dengan sangat hati-hati maksud kepindahannya kepada gajah. “Tuan Gajah, kami bermaksud pindah ke tempat lain. Ini tentu saja bukan karena Anda, sebab telinga Anda itu luas dan hangat. Ini hanya karena istriku lebih senang hidup bertetangga dengan temannya di kaki kerbau. Kalau Anda keberatan kami pergi, beritahukanlah dalam waktu satu minggu ini.” Sang Gajah kembali tidak berkata apa-apa, maka lalat pun pindah rumah dengan hati tenang. Perpindahan berlangsung dari tahun ke tahun, tetapi alam tampaknya tidak menggubris proses perpindahan tersebut. Hari berganti hari, minggu berganti minggu, bulan dan tahun terus berputar, alam seakan seperti gajah dalam ilustrasi di atas seakan-akan tidak tahu & tidak mau tahu. Manusia yang terkadang berubah-ubah dalam merespon pergantian tahun. Ada yang penuh sujud syukur ketika memasuki detik-detik pergantian tahun, ada yang penuh dengan sorak sorai & pesta, ada pula yng terlelap dalam buaian kenikmatan semu mumpung malam tahun baru. Di pihak lain, begitu Banyak orang yang duduk dalam keheningan untuk melihat dengan jernih seraya mengharap bimbingan Yang Mahakuasa dalam memasuki tahun depan. Fenomena yang terjadi, ketika memasuki perpindahan tahun, terompet bersiap untuk ditiup degan sorak-sorai dan gemuruh. Selang beberapa jam kemudian, sampah-sampah hasil pesta malam tahun baru yang berserakan tampak dibelantara lapangan dan jalan-jalan. Bukankah ini menunjukkan bahwa peristiwa pergantian tahun hanya merupakan fenomena sesaat yang memberikan kenikmatan dalam hitungan menit. Itulah sebabnya orang secara tidak sadar telah menghamburkan sekian banyak uang untuk menikmati  perpindahan tahun tersebut. Itulah sebabnya, bukan Tahun Barunya yang penting, tetapi bagaimana setiap manusia mulai menata ulang sikap mentalnya untuk memasuki tahun baru. Tahun Baru berarti memiliki cara pandang yang baru dan suci dalam upaya dan usaha memperoleh sesuatu yang baru. Tahun Baru juga berarti mengasah kompetensi diri dengan metode yang baru untuk meraih jenjang karier yang baru. Jangan sampai seperti seorang pembelah kayu yang terus menerus menyia-nyiakan waktu dan tenaganya untuk membelah kayu dengan kapak tumpul, karena tidak punya cukup waktu untuk berhenti dan mengasah kapak itu. Tahun Baru bermakna menemukan JATI DIRI yang sesungguhnya tentang makna KEHIDUPAN dan ARTI HIDUP sehingga HIDUP ini dapat MEMBERI MANFAAT BAGI SEMUA ::JE::

SENAR YANG PUTUS

Niccolo Paganini, seorang pemain biola terkenal di abad 19 tengah memainkan konser tunggalnya yang dipadati oleh para penggemarnya. Di tengah suasana konser yang kian menghangat, celaka, tiba-tiba salah satu senar biolannya putus! Keringat dingin mulai membasahi dahi Paganini, tapi dia tetap meneruskan permainan lagunya dengan senar yang tersisa. Kejadian selanjutnya sangat mengejutkan. Senar biola yang lainnyapun mulai putus satu per satu, hingga hanya tertinggal satu senar… Ketika para penonton melihat dia tetap memainkan lagunya dengan satu senar, merekapun berdiri, bertepuk tangan, & berujar “hebat... hebat...”. Namun para penonton menyadari bahwa tidak mungkin Paganini dapat memainkan bagian akhir lagunya hanya dengan satu senar yang tersisa. Dan Paganini pun tahu betul akan hal itu, namun senar-senar yang putus tadi tidak mungkin tersambung kembali. Akhirnya Peganini menarik napas dalam-dalam, memberi hormat pada penonton dan memberi isyarat kepada dirigen orchestra. Ia telah memutuskan untuk memainkan bagian akhir lagunya hanya dengan satu senar! Dengan mata berbinar ia berteriak “Paganini dengan satu senar.!!!” Kemudian ia menaruh biola di dagunya, dan ….ia berhasil memainkan bagian akhir lagu tersebut dengan sangat indah….. Hidup kita terkadang bagai senar yang putus, dipenuhi oleh persoalan, kekhawatiran, kekecewaan & kegagalan. Dan kita seringkali mencurahkan banyak waktu untuk memikirkan kembali senar yang putus tadi. Apakah Anda masih memikirkan "senar-senar" yang putus dalam hidup Anda? . Apakah senar terakhir nadanya tidak merdu lagi?? Jangan melihat ke belakang, majulah terus, mainkan senar satu-satunya tadi. Mainkanlah senar terakhir itu semerdu mungkin…….. ::anonim::

SEMUT

Siapa  tidak kenal Jenghis Khan? Jenghis Khan adalah Kaisar Mongol yang terkenal dan gagah perkasa karena bukan saja berhasil menaklukkan seluruh daratan Tiongkok, tetapi juga merambah ke Eropa dan Asia Tengah. Sewaktu masih muda, demikian kata sebuah hikayat, Jengkhis Khan yang dikenal sebagai panglima perang dengan nama kecil Temucin, suatu saat, terlibat perang dengan musuhnya. Pertempuran berlangsung dashyat: serang menyerang, serbu menyerbu, siasat lawan siasat, serta taktik lawan taktik. Hingga suatu titik, pasukan Temucin kalah, kocar-kacir, dan tercerai-berai. Temucin sendiri memilih bersembunyi di dalam sebuah gua. Di sana, dia melihat sebuah pemandangan yang menakjubkan: segerombolan semut yang sedang berusaha mengangkut sebongkah makanan melewati sebuah dinding batu setinggi kepalan tangannya, yang di mata semut-semut itu adalah tebing yang amat curam. Berulang kali ketika mereka hampir sampai di puncak, makanan itu jatuh, sehingga mereka harus turun kembali ke dasar untuk beramai-ramai mengangkatnya. Mengamati perjuangan semut-semut yang tidak pernah putus asa itu merupakan keasyikan tersendiri bagi Temucin. Iseng-iseng ia pun mulai menghitung, berapa kali mereka jatuh bangun mengangkat makanan tersebut. Satu kali, dua kali, tiga kali, empat kali, sepuluh kali, lima belas kali, dua puluh kali….sampai lebih daripada lima piluh lima, hingga hitungan yang kesekian, semut-semut itupun berhasil. Temucin mendapatkan inspirasi batin, sebuah pelajaran dari makhluk kecil yang begitu tekun dan tabah menghadapi kegagalan, melecut dan membangkitkan semangatnya. Baru kali ini dia dan pasukannya tercerai berai oleh musuh, tetapi tidak boleh patah hati, lemah hati, dan kalah semangat. Menjelang petang, dengan mengendap-endap Temucin keluar dari persembunyiannya. Melihat situasi aman, dia pun kembali ke markasnya. Lalu mulai menghimpun pasukannya, mengatur barisan, berlatih, dan menanamkan semangat semut-semut tadi sebagai suntukan motivasi. Konon, dengan cara begitulah Temucin berhasil membangkitkan moral dan semangat pasukannya sehingga menjelma menjadi pasukan yang gagah berani dan ditakuti oleh musuh-musuhnya. Semut adalah makhluk kecil dan lemah yang sering tidak kita sadar akan keberadaannya. Namun dibalik semua itu, mereka punya semangat dan daya juang luar biasa. Sikap tidak pernah putus asa dan pantang menyerah menghadapi kegagalan layak dan patut untuk kita teladani.             “Aku harus lebih perkasa daripada semut-semut yang aku lihat di gua.” Itulah lecutan semangat Temucin untuk pasukannya. Dan benar saja, saat mereka bangkit dan berjuang, tidak tawar hati oleh kekalahan, tidak luntur semangat, menghadapi kegagalan dengan kepala tegak, mereka pun bisa berbalik dan menjelma menjadi pasukan yang luar biasa. Tidak ada keberhasilan yang abadi tanpa kesungguhan ::Anthony Robbins::

SEMANGAT TERIAKAN PEDAGANG KECIL

Wang Yung Ching, pendiri Formosa Group di Taiwan adalah seorang pengusaha besar yang mencari kebenaran dari kenyataan. Ia selalu bekerja keras, tahan banting dan berpijak pada kenyataan untuk manajemen bisnisnya. Ia mempunyai pendapat pribadi yang unik dan lazimnya, pengalaman pribadi yang biasapun dapat mengandung makna filosofi yang dalam, menarik untuk di pahami. Wang Yung Ching sering memberikan pidato untuk karyawannya. Suatu kali, Ia memberi motivasi kepada karyawannya agar belajar dari semangat teriakan pedagang kecil. Wang Yung Ching berkata, “Di tengah malam, sering terdengar pedagang-pedagang bakso ikan, bakso daging, bacang, berteriak dari kejauhan kian kemari. Teriakannya terdengar sampai berada di tempat yang dekat kemudian menjauh lagi, namun suaranya masih saja terdengar. Jarang ada yang memanggil akan tetapi pedagang kecil tetap saja berteriak dari jalan yang satu ke jalan yang lain. Mereka tidak mengenal lelah dan tidak mengeluh, sekalipun orang memanggilnya dengan kasar, “Hei, bakso sini!” Coba Anda pikirkan, seandainya ada pembeli yang berbicara dengan nada sekasar itu kepada staff marketing kita, “Hei, segera datang kesini!” Kita pasti mengganggap pembeli itu tidak sopan dan akan merasa tidak senang. Tetapi pedagang bakso itu tidak pernah merasa demikian, ia pasti akan segera menjawab, “Saya segera datang” atau “Ya! Ya!" dengan suara lantang dan senang. Mengapa pedagang-pedagang kecil yang berteriak menjajakan dagangannya, tanpa kenal hujan dan angin, tidak merasakan kekasaran dan ketidaksopanan para pembelinya? Mengapa mereka tetap dengan suara yang lantang menjajakan dagangan? Karena setelah seharian berteriak menjual dagangannya dengan susah payah, dan akhirnya mendapat pembeli, maka jelas ia merasa gembira. Ini adalah hukum dagang! Bila orang-orang marketing kita mempunyai pengetahuan seperti demikian, usaha penjualan akan sangat menyenangkan! Bila setiap individu bekerja dengan hati seperti itu, maka pekerjaannya akan sangat berhasil! Bila kita membandingkan kedudukan kita dengan hal kecil ini, kita akan puas dengan keadaan kita saat ini, di samping itu kita akan mendorong diri kita sendiri untuk terus mencari kemajuan. Alam semesta ini adalah guru kita. Tiga orang berjalan, pasti satu diantaranya ada yang dapat menjadi guru kita! Lihat sekeliling Anda, setiap hari kita berhubungan dengan orang-orang dari berbagai profesi dan usaha. Mereka masing-masing memiliki cerita dan latar belakang kehidupan yang berbeda. Bila kita dapat melihatnya dengan pandangan positif dan keinginan untuk belajar, kita akan mendapatbanyak pelajaran darinya. Seperti dari teriakan para pedagang kecil, kita dapat mengerti semangat mereka yang menyenangi usahanya. Setiap orang yang saya jumpai, melebihi saya dalam beberapa hal, maka saya dapat belajar lebih banyak dalam hal-hal ini. ::Ralph Waldo Emerson (1803- 1882)::

SAAT TUHAN MENUTUP PINTU

Pernahkah anda mengucap syukur kepada Tuhan untuk "pintu-pintu" yang tertutup dalam kehidupan Anda; sebagaimana Anda mengucap syukur untuk "pintu-pintu" yang terbuka? Mungkin saat ini Anda sedang bertanya-tanya, ...mengapa Tuhan tidak mengabulkan doaku? ...mengapa usaha dan bisnis yang aku rintis dan kudoakan tidak berhasil bahkan sering gagal? ...mengapa hubunganku dengan kekasihku kandas ditengah jalan? Pertanyaan-pertanyaan seperti itu seringkali muncul dalam pikiran kita, di saat impian, harapan dan cita-cita kita tidak tercapai dan bahkan berantakan. Pernahkah kita berpikir bahwa setiap kali Tuhan menutup sebuah pintu, sebenarnya Tuhan sedang mengarahkan kita kepada pintu yang lain di mana berkat yang lebih baik sedang menunggu kita? Seringkali kita tidak bisa berpikir jernih dan melihat kebenaran tentang hal tersebut karena jiwa kita merana karena kesedihan dan mata kita buram dengan airmata. Kita lupa sama sekali tentang kebenaran yang mengatakan bahwa Allah menuntun kita seperti seorang Ayah menuntun anaknya, seperti seorang Gembala yang baik menuntun domba-dombanya yang lemah dan bodoh. Kita lupa tentang kebenaran yang mengatakan; "......jika kamu yang jahat tahu memberikan apa yang baik untuk anak-anakmu, terlebih lagi Bapamu yang di sorga!......" Salah satu alasan kenapa Tuhan menutup sebuah pintu atau beberapa pintu dalam kehidupan kita, yaitu karena di balik pintu-pintu itu tidak tersedia sesuatu yang berharga bagi hidup kita, atau juga mungkin ada sesuatu hal yang tidak akan membawa suatu kebaikan bagi kita. Seringkali Tuhan menutup beberapa pintu dalam kehidupan kita hanya untuk membuat kita lebih dewasa, lebih tangguh, lebih berkualitas dan membuat kita lebih tahan uji! Tuhan memilih melakukan hal itu karena dalam keadaan demikianlah kita lebih mudah untuk menjadi rendah hati untuk belajar mendengarkan nasihatNya; belajar tentang hal-hal yang lebih berarti, lebih bersifat kekal, belajar tentang menghargai orang lain dan belajar untuk tidak lagi bernafsu meninggikan diri sendiri! Seorang penjual burung harus menyelubungi sangkar burungnya dengan sehelai kain hitam saat menginginkan burung yang ada di dalam sangkar itu untuk mengeluarkan suara kicauanya yang merdu dan indah. Konon dengan menutupi sangkar burung dan menjadikannya gelap akan membuat burung tersebut berkonsentrasi sehingga memunculkan hal-hal yang baik dari dirinya, yaitu kicauannya. Dan ketika sang burung melihat cahaya terang kembali, kicauannya selalu menjadi bunyi yang riang dan menyegarkan. Seorang pandai besi harus memanaskan berkali-kali batang besi yang berbentuk jelek dan kemudian harus menghajarnya juga berkali-kali diatas landasan tempa untuk kemudian menjelmakan bentuk besi jelek tersebut menjadi sebuah perkakas yang kuat, tahan banting dan berguna untuk banyak orang atau menjadikannya sebagai sebuah benda seni yang sangat indah dan mahal. Nah, sekarang dapatkah Anda percaya bahwa pintu-pintu yang tertutup dalam hidup anda bukan berarti Tuhan menghukum atau tidak mengasihi anda dan maukah anda mulai belajar mempercayai hidup anda kepadaNya, kepada Dia yang maha tahu, maha bijaksana dan yang sangat mengasihi anda? Baiklah Anda mulai belajar bersyukur kepadaNya untuk pintu-pintu yang tertutup dalam kehidupan kita, karena itu hanya mengarahkan anda kepada pintu anugerah dan berkat yang terbaik yang dibuka oleh Tuhan untuk kehidupan anda!

Percaya vs. Mempercayakan

Suatu hari diadakan sebuah lomba spektakuler, yakni menyeberangi air terjun Niagara di Amerika Serikat. Para peserta diharuskan menyeberangi air terjun tersebut menggunakan seutas tali baja sambil memegang sebatang tongkat penyeimbang sebagai satu-satunya alat bantu.
Sejak lomba dimulai banyak peserta yang sudah mencoba dan gagal. Hingga akhirnya ada seorang peserta yang dengan pengalaman dan kepiawaiannya mulai menapaki tali baja tersebut dengan mantap.
Perlahan tapi pasti, peserta yang satu ini berhasil mencapai setengah perjalanan. Seluruh penonton ternganga takjub karena tiada seorang peserta pun yang berhasil sampai sejauh itu sebelumnya.
Nampak penuh rasa percaya diri, peserta itu berhasil melampaui 3/4 perjalanan. Sejenak ia terhenti akibat tiupan angin yang mengganggu keseimbangan tubuhnya. Pada saat-saat genting tersebut, penonton seolah-olah tersedot dalam ketegangan. Akhirnya, dengan segala daya dan upaya serta konsentrasi dan motivasi yang tinggi, peserta ini berhasil menyeberangi air terjun Niagara. Diiringi tepuk tangan bergemuruh, dia menerima medali kehormatan sebagai peserta yang pemberani dan berhasil menyelesaikan tugasnya dengan baik.
Tidak lama kemudian, pria ini didaulat untuk kembali lagi menyeberangi ke tempat asalnya tadi guna membuktikan bahwa keberhasilannya bukan karena faktor keberuntungan belaka. Tantanganpun diterima si lelaki ini dengan memberikan sebuah pertanyaan.
“Oke, saya akan kembali lagi menyeberangi tempat asal, namun sebelumnya ijinkan saya menanyakan satu hal: 'Apakah Saudara-saudara percaya saya bisa melakukan hal ini?'” Serentak semua penonton mengatakan, “Percaya!”. Lagi-lagi lelaki tersebut bertanya kepada penonton, “Kalau saudara-saudara percaya saya mampu melakukan hal ini lagi, siapakah di antara Anda yang bersedia bersama-sama dengan saya menyeberangi kembali air terjun ini?”
Semua penonton terdiam dan seolah-olah tidak bergerak sama sekali. “Ayo, adakah di antara Saudara yang berani?” tantang lelaki itu. “Jangan khawatir, saya akan menggendong saudara dan kita bersama-sama menyelesaikan pekerjaan ini!” jelasnya lagi. Kembali penonton tidak ada yang menjawab. Dalam keheningan, tiba-tiba seorang anak kecil menyeruak kerumunan massa dan menyatakan kesediaannya. Lelaki tersebut memanggul anak kecil itu di atas pundaknya dan langsung memulai perjalanan kembali menyeberangi air terjun Niagara.
Perjalanan kali ini tampaknya memakan waktu lebih lama dari perjalanan pertama tadi. Melewati setengah perjalanan penonton bersorak dengan keyakinan si peserta akan tiba di seberang dengan selamat. “Sungguh pertunjukan yang luar biasa!” ujar seorang reporter televisi yang meliput kejadian ini. Akhirnya tibalah si lelaki dan anak kecil yang digendongnya dengan selamat di seberang.
Gemuruh sorak-sorak penonton kembali berkumandang. Sekarang konsentrasi penonton bukan lagi kepada si lelaki melainkan kepada si anak kecil, dia pun diajak naik ke atas panggung dan diwawancarai oleh panitia lomba.
“Nak, mengapa engkau mau mengajukan diri untuk naik bersama-sama dengan laki-laki itu menyeberangi air terjun yang berbahaya ini?” tanya panitia lomba. “Karena dia adalah bapak saya!" jawab anak itu singkat.
Terdapat perbedaan yang cukup mencolok antara "percaya" dengan "mempercayakan". Sikap penonton dalam cerita di atas adalah lambang dari rasa “percaya”, sedangkan keikutsertaan sang anak dalam pundak laki-laki tersebut adalah "mempercayakan".
Terkadang manusia berada pada tingkatan percaya kepada Sang Pencipta, namun tidak bersedia secara total mempercayakan hidupnya dalam iman kepada-Nya.
Seorang karyawan percaya bahwa perusahaannya mampu menghidupi keluarganya, namun tidak bersedia mempercayakan sepenuhnya akan kemampuan perusahaan tersebut sehingga pekerjaannya sehari-hari tidak fokus.
Seorang istri percaya bahwa suaminya tidak selingkuh dengan wanita lain, namun tidak mempercayakan secara total keyakinannya tersebut, akibatnya rasa cemburu buta dan curiga masih saja mewarnai hubungan mereka. Seorang pimpinan percaya bahwa staf atau karyawannya mampu menyelesaikan pekerjaan yang ditugaskan pada mereka, namun tidak mempercayakan sepenuhnya. Alhasil, setiap waktu selalu melakukan pengawasan super-ketat sehingga kreativitas karyawan terkebiri. Jadi, jika hidup hanya sekadar percaya berarti menunjukkan penyerahan diri yang tidak lengkap terhadap apa yang kita percaya. Hidup sekadar percaya tidak menuntut komitmen penuh. Sebagai contoh, seorang pemimpin percaya bahwa armada penjualannya mampu mencapai target bulanan sesuai dengan rapat perencanaan. Namun, tidak ada komitmen untuk memberikan bimbingan dan arahan pencapaian tersebut. "Percaya" merupakan langkah awal sebelum "mempercayakan". ::Ary Ginanjar:

PUNYA MARTIL YANG PALING KUAT?

Alkisah, ada dua orang pemuda yang pergi bersama untuk mancari ilmu. Mereka telah berjalan sangat jauh dan akhirnya mengambil keputusan untuk belajar membuat alat-alat besi di sebuah pabrik besi. Di pabrik, pelatih mengambil dua pelat besi dan dua martil untuk diberikan kepada mereka. Masing-masing pemuda mendapat satu pelat besi dan sebuah martil. Mereka diminta untuk memukul pelat besi itu dengan martil hingga putus. Setelah itu, baru ia bersedia untuk mengajarkan ilmu kepada mereka. Kedua pemuda itu mengambil peralatan dan masing-masing mencari tempat untuk mulai memukul besi. Setelah beberapa saat, pemuda pertama datang ke pelatihnya dan mengatakan kepadanya, “ Tidak bisa! Pelat besinya terlalu keras!” Selang beberapa saat, pemuda kedua juga dating. Dengan raut muka penuh keyakinan, ia berkata, “Pelatih, saya ingin bertanya, apakah ada martil yang lebih kuat?” Orang sukses mencari jalan, orang gagal mencari alasan. Setiap menghadapi kesulitan, orang yang gagal hanya dapat menyalahkan lingkungan dan mencari alasan untuk menutupi kekurangannya, karena tidak berani menghadapinya. Sebaliknya orang yang berhasil, memandang masalah sebagai”tantangan terhadap diri sendiri”. Ia terus mencari jalan keluar dan tidak pernah menghabiskan waktu atau tenaga untuk menyalahkan siapapun atau situasi apapun.   Kita harus mengandalkan diri kita sendiri untuk menanggulangi kesulitan dan menerobos hambatan. Di dalam kamus saya, tidak ada kata TIDAK MUNGKIN! :: Napoleon Bonaparte :: Kaisar Perancis,  1769-1821

PENGHALANG LANGKAH KITA

Alkisah, seorang raja yang pandai dan bijaksana bermaksud menguji kerajinan dan kepedulian rakyatnya. Pada suatu sore, sang raja diam-diam meletakkan sebongkah batu di tengah jalan yang sering dilewati orang. Letak batu itu persis di tengah jalan sehingga tidak enak dipandang dan menghalang-halangi langkah orang. Rupanya sang raja sengaja ingin mengetahui apa reaksi rakyatnya yang berlalu lalang di jalan tadi. Tampak seorang petani melintas sambil membawa gerobak barang yang tampak berat karena penuh dengan barang bawaan. Ketika melihat sebongkah batu menghalangi jalannya, ia langsung mengomel. “Dasar orang-orang disini malas-malas. Batu di tengah jalan didiamkan saja…!” Sambil terus mengerutu, ia membelokkan gerobaknya menghindari batu tadi dan meneruskan perjalanan. Setelah itu, lewatlah seorang prajurit sambil bersenandung mengenang keberanianya di medan perang. Karena berjalan kurang hati-hati, si prajurit tersandung batu penghalang dan hamper tersungkur. “ Sialan…! Kenapa orang-orang yang lewat jalan ini tidak mau menyingkirkan batu keparat ini…hah?!” teriak si prajurit marah-marah, sambil mengacung-acungkan pedangnya. Sekalipun mengeluh dan marah-marah, prajurit itu tidak mengambil tindakan apapun. Sebaliknya, ia melangkahi batu tersebut dan berlalu begitu saja. Tidak lama kemudian, seorang pemuda miskin berjalan melewati jalan itu. Ketika melihat batu penghalang tadi, dia berkata dalam hati, “Hari sudah mulai gelap. Bila orang melintas di jalan ini dan tidak berhati-hati, pasti akan tersandung. Batu ini bisa mencelakai orang.” Walaupun letih karena bekerja keras seharian, pemuda ini masih mau bersusah payah memindahkan batu penghalang ke pinggir jalan. Setelah batu berhasil dipindahkan, pemuda itu terkejut melihat sebuah benda tertanam dibawah batu yang dipindahkannya. Disitu terdapat sebuah kotak dan sepucuk surat, yang isinya berbunyi, “Untuk Rakyatku yang rela memindahkan batu penghalang ini. Karena engkau telah menunjukkan kerajinan dan kepedulianmu kepada orang lain, maka terimalah lima keping emas yang ada dalam kotak ini sebagai hadiah dari rajamu.” Pemuda miskin itu langsung bersujud syukur dan memuji kedermawanan rajanya. Dan peristiwa itu pun menggemparkan seluruh negeri. Raja telah berhasil mengajarkan arti pentingnya nilai kerajinan dan kepedulian terhadap sesama, serta keberanian dalam menghadapi rintangan. Dalam aktivitas kita menjalani kehidupan ini, baik dibidang karier, bisnis ataupun bidang profesional lainnya, kita pasti pernah mengalami hadangan ‘Batu Penghalang’ seperti cerita diatas. Setiap batu penghalang bisa diartikan sebagai rintangan, kesulitan, beban, ataupun tanggung jawab yang ada di dalam kehidupan kita. Bila sikap kita menghadapi semua hal tersebut dengan perasaan tidak sabar, jengkel, marah, menghindar dan cenderung menyalahkan orang lain sebagai penyebabnya., maka kita tidak akan pernah belajar banyak mengenai kehidupan. Karena sesunggunghnya dalam setiap kesulitan, selalu terdapat hikmah yang tersembunyi, dan pasti ada pelajaran yang mampu mematangkan dan mendewasakan mental kita.     Kita semua sedang menghadapi serangkaian kesempatan emas yang tersembunyi di balik situasi sulit :: Charles R. Swindoll:: Penulis dari Amerika

PANTANG MENYERAH

Li Pai adalah salah seorang dari 8 penyair terbesar pada zaman Thang dan Sung. Syair-syairnya dikenal semua orang, namanya harum hingga saat ini. Namun, di masa kecilnya, Li Pai adalah seorang anak yang lebih suka bermain-main, dari pada belajar membaca dan menulis. Suatu hari, ketika gurunya sedang tidak berada di tempat, ia keluar dari kelas dan bermain di tepi sungai. Ketika hendak menangkap ikan, ia melihat seorang nenek sedang memusatkan perhatiannya pada sebatang besi yang diasahnya diatas sebuah batu. Li Pai memperhatikannya selama setengah hari, namun si nenek itu tetap saja mengasah batang besi tersebut. Akhirnya dengan perasaan aneh, ia bertanya, “ Nenek, Anda sedang apa?” Nenek tua menjawab,” Saya sedang mengasah sebuah jarum untuk menyulam.” “Mengasah jarum? Batang besi sedemikian besarnya, mau diasah sampai kapan?” “Benar, nak!” nenek tua mengangkat kepala, memandang Li Pai dan berkata, “Walaupun batang besi ini besar, namun semakin diasah akan semakin kecil. Asalkan saya tidak berhenti mengasah, besi ini pasti akan menjadi jarum." Setelah mendengar ini, sekejap kemudian Li Pai menjadi sadar dan dengan cepat kembali ke sekolah. Tidak ada hal yang sulit di dunia ini, yang perlu kita cemaskan hanyalah niat dari setiap orang untuk melakukan sesuatu. Asalkan Kita memiliki cita-cita yang mulia, ingin maju dan berani berkorban dengan semangat tidak menyerah karena rintangan, ulet, ditambah tekad yang kuat, hati tidak menyerah, bekerja keras, tahan banting, jelas dapat mencapai cita-cita yang mulia dan membangun usaha besar. Satu-satunya saat dimana Anda gagal, adalah saat terakhir Anda mencoba. :: Charle Kettering ::

Pangeran Bongkok

Alkisah, di sebuah kerajaan, seorang raja memerintah dengan bijaksana dan dicintai oleh rakyatnya. Raja mempunyai seorang putra mahkota berwajah tampan dan berotak cerdas, tetapi sayangnya, sang pangeran ini mempunyai cacat fisik. Tubuhnya agak bongkok, sehingga ia tidak bisa berjalan tegap dan gagah. Akibatnya, sang pangeran menjadi pendiam, malu bergaul, dan tidak punya rasa percaya diri. Keadaan tersebut membuat hati sang raja risau. Karena bila kelak tiba saatnya sang pangeran harus nak takhta, ia pasti tidak dapat memimpin rakyatnya dengan baik karena tidak memiliki wibawa dan kepercayaan diri. Para penasehat yang setia sangat memahami kegundahan hati junjungannya itu. Setelah berembuk berulangkali, diam-diam mereka memesan sebuah patung kepada seorang pemahat istana yang sangat ahli. Para penasehat meminta pemahat itu membuat patung sang pangeran yang berwajah tampan namun dengan posisi tubuh berdiri tegap dan gagah perkasa. Nantinya, patung itu akan dihadiahkan kepada sang pangeran pada hari ulang tahunnya. Hari istimewa sang pangeran akhirnya tiba. Dalam suasana yang gembira, di hadapan raja dan permaisuri, hadiah patung berselubung kain sutera dipersembahkan kepada sang pangeran. Di situ terukir tulisan indah; “untuk calon pemimpin kami, atas nama seluruh rakyat yang mencintai pangeran”. Sang pangeran membuka selubung kain penutup sutera itu dan terpampanglah sebuah patung yang sungguh menakjubkan. Patung itu sama persis menggambarkan sosok pangeran dengan wajah yang sangat tampan - bedanya hanya pada tubuh yang tegak penuh wibawa.  Pangeran senang sekali menerima hadiah itu dan patung tersebut diletakkannya di taman belakang istana kerajaan. Setiap kali melihat patung dirinya, pangeran begitu mengagumi patung itu. Dalam hatinya pengeran berkata: “Patung pemberian ini tentu melambangkan keinginan rakyatku, memiliki raja bertubuh normal dan tegap. Sudah tentu, aku ingin menjadi seperti yang diharapkan oleh rakyatku.” Menyadari akan hal itu, setiap hari sang pangeran dengan semangat berjalan mengelilingi taman dengan patung yang berdiri tegak sebagai fokusnya. Ia membayangkan betapa berwibawanya dirinya jika mampu berdiri tegap dan tegak seperti patung itu. Pangeran pun mulai berlatih menirukan sikap berdiri tegap dan berjalan tegak seperti postur sang patung. Kebiasaan berlatih seperti itu di jalani secara konsisten dan terus-menerus dari hari ke hari, minggu demi minggu, dan bulan demi bulan. Tidak terasa, tahun pun berganti. Akhirnya, hasil yang dicapai sunggung menakjubkan. Kini sang pangeran telah memiliki tubuh setegap dan setegak seperti patung ditaman belakang istana. Raja pun sangat berbahagia dengan perubahan tersebut. Sang pangeran tampak seolah telah lahir kembali menjadi manusia baru, dengan wajah tampan berseri, berdiri dan berjalan dengan tubuh yang tegak dan tegap, serta penuh rasa percaya diri. Dan bila tiba saatnya, sang pangeranpun telah siap untuk mengemban tanggung jawab sebagai raja yang baru yang akan memerintah rakyatnya dengan penuh percaya diri dan berwibawa. Dari cerita tersebut, kita dapat menyimpulkan betapa kekuatan dari kebiasaan yang terlatih dan fokus pada tujuan, ternyata mampu mengubah apa yang semula tampak tidak mungkin menjadi mungkin, apa yang tidak bisa menjadi bisa. Sama halnya di dalam kehidupan kita. Jika kita ingin mengubah sebuah mimpi menjadi kenyataan, membuat harapan menjadi wujud nyata, membuat sesuatu yang sudah mundur menjadi maju kembali, maka kita harus berani mengambil keputusan untuk membangun kebiasaan-kebiasaan positif secara disiplin dan terus-menerus. Dengan kebiasaan-kebiasaan baru yang positif, terlatih dan konstruktif, yakinlah bahwa, kekuatan itu mampu mengantarkan kita pada kesuksesan yang gemilang. Success is my right. ::Andrie Wongso::

PAKAIAN YANG PANTAS

Memenangkan medali penghargaan adalah hal biasa bagi fisikawan terkenal, Albert Einstein. Namun mengenakan medali-medali itu tidak termasuk dalam kebiasaannya. Saat memenangkan 2 medali emas dari British Royal Society dan Royal Astronomical Society, istri Einstein, Elsa, harus berulang kali mengingatkannya untuk mengambil medali-medali tersebut di kementrian luar negeri. Setelah didesak-desak, akhirnya Einstein mau juga mengambilnya, walaupun dengan enggan. Sepulangnya dari sana, Einstein langsung pergi ke bioskop karena telah berjanji menonton film dengan Elsa. Saat mereka bertemu di bioskop, Elsa bertanya, ”Seperti apa medalinya? Baguskah?” Einstein terhenyak. Ia tidak tahu. Ia bahkan tidak merasa perlu untuk membuka bungkusnya. Saat Niels Bohr memenangkan The American Barnard Medal, yang diberikan setiap empat tahun sekali kepada para ilmuwan paling terkemuka, Einstein membaca beritanya di surat kabar. Berita tersebut juga menyebut-nyebut dirinya, Einstein, sebagai salah satu penerima penghargaan. Dengan bingung Einstein menunjukkan artikel itu kepada istrinya sambil bertanya apakah berita tersebut benar. Ia sama sekali lupa pada medali itu. Walter Nernst, takjub melihat Einstein tidak memakai medali Pour le Merite-nya saat menghadiri sebuah pertemuan di Akademi Prusia. Ia berkomentar, “Pasti istrimu lupa memakaikan medali itu,” lalu menambahkan sedikit gurauan, ”pakaianmu jadi nampak kurang pantas.” Einstein menjawab, “Tidak, ia tidak lupa. Aku memang tidak merasa perlu memakainya.” Bila dianggap pakaian, sebenarnya penghargaan adalah ‘pakaian’ yang paling mahal. Ia tidak mungkin kita ‘beli’. Ia hanya mungkin kita miliki bila kita orang lain memberikannya, menganggap kita pantas memilikinya. Semua orang membutuhkan penghargaan. Pun demikian, Einstein menganggap karya nyatanya jauh lebih penting dari pada sekedar penghargaan ini atau itu. Dan memang terbukti karyanya bergaung di seantero dunia. Kalau begitu pertanyaannya sekarang adalah; apakah kita telah siap memiliki sikap mental seperti Einstein, dalam menyelesaikan tugas kita masing-masing? Anda yang lebih tahu jawabannya. (AN) Sungguh menakjubkan melihat betapa banyaknya yang dapat diselesaikan, bila semua orang tidak peduli siapa yang nantinya akan mendapat penghargaan. ::Sandra Swinney::

MENGAMBIL KEPUTUSAN PENTING

Perjalanan yang paling utama yang harus dilakukan manusia adalah perjalanan di dalam diri. =||= Alkisah di sebuah kolam, air sedang surut. Sebenarnya, kolam itu sudah dangkal selama beberapa waktu. Hanya saja, kebanyakan penghuninya tidak mempermasalahkannya karena memang begitulah adanya selama ini. Contohnya, kura-kura sudah sangat senang jika air yang ada cukup bagi mereka untuk merenangi kolam. Bahkan , mereka suka menyembulkan tempurung dibawah teriknya sinar matahari pada permukaan air. Kondisi itu juga menyenangkan bagi bangau. Kolam yang dangkal itu memudahkan mereka untuk mencari sesuatu yang lezat. Ikan pun juga tidak mengeluh. Semakin dekat ke permukaan, berarti semakin mudah menyambar makanan yang terapung. Sesungguhnya, para penghuni kolam itu cukup puas ada cukup kesenangan di sana. Tidak pernah ada gerutuan atau keluh kesah. Kebanyakan dari mereka menjalani hari yang biasa-biasa saja dalam kehidupan yang biasa-biasa saja, tanpa diwarnai terlalu banyak kemurungan. Tetapi tidak semua. “Ijo” adalah seekor katak. Namun lebih dari itu, ia seekor katak dengan garis keturunan yang bisa dibanggakan, walaupun ia tidak ingat sama sekali. Ia hidup sendiri di kolam itu sejak masih jadi kecebong. Tetapi setelah umurnya bertambah dan ia hanya bisa melompat, tidak ada lagi yang membuatnya senang. Ijo adalah pelompat yang sangat berbakat, yang bisa melompat paling jauh. Dengan sekali jejak, Ijo dapat melompat sejauh sembilan kaki tiga inci – sebuah rekor yang belum terkalahkan di kalangan para katak. Bakat Ijo demikian mengagumkan sehingga semua penghuni kolam akan menghentikan segenap aktivitas mereka hanya untuk menyaksikan saat Ijo melompat. Mereka merasa terhormat bisa menyaksikan sesuatu yang mengagumkan seperti itu. Ijo tidak pernah menghiraukan kekaguman mereka. Yang ia ketahui hanyalah bahwa dulu melompat dengan jarak jauh itu luar biasa menyenangkan, namun sekarang, yang paling menyedihkan, rasanya tidak ada lagi lompatan yang bagus di kolam. Apalagi dengan kondisi air yang tinggal sedikit itu. Pada intinya, untuk menjalani hidup yang penuh berkah, manusia harus memiliki dua hal. Pertama, manusia harus memiliki hasrat yang kuat untuk hidup dengan segenap potensi dirinya. Kedua, manusia harus memiliki keinginan dan kesediaan untuk menjalaninya setiap hari. “Ijo” memiliki keduanya. Yang tidak “Ijo” miliki hanyalah air, dan ia sangat membutuhkan air untuk bisa melompat ke kolam. “Ijo” mengangkat bahu dan menghela nafas. Ia merindukan keleluasan dan kedalaman dari air kolam yang tadinya tidak dangkal itu. Ia pernah menikmati kegembiraan sebagaimana halnya suasana damai dan aroma melenakan dari bunga teratai serta bakung yang tengah mekar, yang biasanya menyelimuti permukaan air. Sehingga dia mulai berfikir untuk meninggalkan lingkungan tercintanya, untuk menggapai sesuatu yang lebih baik. Kelebihan manusia daripada si Ijo adalah akal. Dengan dua modal diatas ditambah dengan akal yang sehat seharusnya manusia dapat melakukan dan memilih jalan yang terbaik untuk membuat keputusan. Perubahan-perubahan yang besar selalu mengelisahkan. Manakala perubahan terjadi, perubahan itu dapat memicu semacam ketakutan yang menciutkan nyali sekalipun pada orang yang punya percaya diri tinggi. Perubahan itu dapat menciptakan kebingungan, keraguan, kemarahan, kecemasan dan keputusasaan. Rasa takut akan perubahan bisa mencengkeram manusia dengan kekuatan yang begitu besar, rasa takut dapat melumpuhkan diri manusia yang rapuh. Manusia harus mampu mengambil keputusan untuk meninggalkan masa lalu, berani menghadapi masa depan, dan mampu melahirkan gagasan besar yang baru tentang hidupnya.……….menggunakan seluruh potensinya. “Sangat berat untuk menghadapi perubahan manakala ketakutan bersembunyi dalam diri”

MEMOTONG 1 INCHI

Ini adalah kisah seorang anak muda bernama A Wang. Pada malam tahun baru, ia membeli celana panjang. Ketika dicoba ternyata celananya sedikit kepanjangan sehingga kelihatan tidak rapi. A Wang menemui ibunya dan berkata,  “Ibu, kalau ada waktu, tolong pendekkan celana ini sebanyak satu inchi ya.” Setelah berkata demikian, ia pergi keluar. Di depan pintu, ia bertemu dengan kakak perempuannya yang baru pulang dari pasar. A Wang berpikir, ibunya nampak sedang repot. Jangan-jangan nanti lupa atau tidak sempat memendekkan celananya. Maka A Wang berkata kepada kakaknya, “Kak, bila sempat, tolong pendekkan celana baru saya sebanyak satu inchi.” Setelah itu baru A Wang meninggalkan rumah dengan mengendarai mobilnya. Di tengah perjalanan, ia menerima telepon dari adik perempuannya. Setelah mengobrol sebentar, A Wang teringat dengan celana barunya dan khawatir jangan-jangan kakaknya juga lupa memendekkannya. Maka melalui telepon genggamnya, ia berkata kepada sang adik, “Saya baru membeli sebuah celana yang terlalu panjang, tolong dipendekkan satu inchi. Jangan lupa yah?” Malam hari, A Wang pulang ke rumah untuk bersiap-siap pergi lagi ke pesta tahun baru. Ia bergegas mengambil celana panjangnya untuk melihat apakah sudah siap untuk dipakai. Ya…..ampun! Ternyata celana panjang barunya terpotong sebanyak 3 INCHI sehingga kini terlalu pendek!  Rupanya, ibu, kakak dan adiknya masing-masing memendekkan celana itu sebanyak satu inchi, sesuai permintaannya. Seorang pemimpin harus sepenuhnya mengembangkan tujuh cara kepemimpinan, yaitu: (1) Perencanaan, (2) Keserasian, (3) Komunikasi, (4)  Kerjasama, (5) Pelaksanaan, (6) Penugasan dan (7) koreksi. Memberi pekerjaan harus didahului dengan pemberitahuan yang jelas, supaya yang menerimanya mengerti tugasnya. Pastikan bahwa setiap karyawan mengerti tugasnya masing-masing dan sepenuhnya bekerja sama untuk mengembangkan semangat tim. Sebaliknya, pengaturan yang tidak jelas dan cara kepemimpinan yang “mengingatkan bila melihat orang dan berharap ada orang yang mau melaksanakan”, tidak saja menghamburkan waktu dan semangat, tetapi juga tidak efisien, dan akan merusak seluruh pekerjaan. Bertanggungjawablah atas kelakuan, perkataan dan tindakanmu, jangan pernah menggunakan alasan ‘bukan salahku’, inilah kualitas yang sangat dibutuhkan oleh seseorang di abad ke 21 ini ::

MELAKUKAN SENDIRI

Di suatu pagi, seorang duta besar sebuah negara, dengan tergesa-gesa memasuki ruang tidur presiden Abraham Lincoln Karena ada masalah penting. Kebetulan pada saat itu, Lincoln sedang menyemir sepatunya. Melihat hal itu, sang duta besar tersebut sangat terkejut dan berkata, “Tuan Presiden, Anda menyemir sepatu sendiri? Sungguh mengagumkan!” “Oh …….?!” Lincoln mengangkat kepala, menatap duta besar tersebut, dan dengan pandangan bertanya, ia berkata, “Memangnya Anda biasa menyemir sepatu orang lain?” perkataan dan perbuatan seorang pemimpin harus dapat dijadikan teladan. Dengan demikian anak buah yang dipimpinnya akan memberikan kerjasama yang tulus, kompak dan megobarkan keinginan bersama menuju kesuksesan.   Tuhan memberi kita tangan kiri dan juga tangan kanan, supaya kita dapat membantu diri sendiri ::Andrew Ho::

MANA YANG TERPENTING

Suatu hari seorang dosen sedang memberi kuliah tentang manajemen waktu pada para mahasiswa MBA. Dengan penuh semangat ia berdiri depan kelas dan berkata, "Okay, sekarang waktunya untuk quiz." Kemudian ia mengeluarkan sebuah ember kosong dan meletakkannya di meja. Kemudian ia mengisi ember tersebut dengan batu sebesar sekepalan tangan. Ia mengisi terus hingga tidak ada lagi batu yang cukup untuk dimasukkan ke dalam ember. Ia bertanya pada kelas, "Menurut kalian, apakah ember ini telah penuh?" Semua mahasiswa serentak berkata, "Ya!" Dosen bertanya kembali,"Sungguhkah demikian?" Kemudian, dari dalam meja ia mengeluarkan sekantung kerikil kecil. Ia menuangkan kerikil-kerikil itu ke dalam ember lalu mengocok-ngocok ember itu sehingga kerikil- kerikil itu turun ke bawah mengisi celah-celah kosong di antara batu-batu. Kemudian, sekali lagi ia bertanya pada kelas, "Nah,apakah sekarang ember ini sudah penuh?" Kali ini para mahasiswa terdiam. Seseorang menjawab, "Mungkin tidak." "Bagus sekali," sahut dosen. Kemudian ia mengeluarkan sekantung pasir dan menuangkannya ke dalam ember. Pasir itu berjatuhan mengisi celah-celah kosong antara batu dan kerikil. Sekali lagi, ia bertanya pada kelas, "Baiklah, apakah sekarang ember ini sudah penuh?" "Belum!" sahut seluruh kelas. Sekali lagi ia berkata, "Bagus. Bagus sekali." Kemudian ia meraih sebotol air dan mulai menuangkan airnya ke dalam ember sampai ke bibir ember. Lalu ia menoleh ke kelas dan bertanya, "Tahukah kalian apa maksud illustrasi ini?"Seorang mahasiswa dengan semangat mengacungkan jari dan berkata,"Maksudnya adalah, tak peduli seberapa padat jadwal kita, bila kita mau berusaha sekuat tenaga maka pasti kita bisa mengerjakannya." "Oh, bukan," sahut dosen, "Bukan itu maksudnya. Kenyataan dari illustrasi mengajarkan pada kita bahwa: bila anda tidak memasukkan "batu besar terlebih dahulu, maka anda tidak akan bisa memasukkan semuanya." Apa yang dimaksud dengan "batu besar" dalam hidup anda? Anak-anak anda; Pasangan anda; Pendidikan anda; Hal-hal yang penting dalam hidup anda; Mengajarkan sesuatu pada orang lain; Melakukan pekerjaan yang kau cintai; Waktu untuk diri sendiri; Kesehatan anda; Teman anda; atau semua yang berharga. Ingatlah untuk selalu memasukkan "Batu Besar" pertama kali atau anda akan kehilangan semuanya. Bila anda mengisinya dengan hal-hal kecil (semacam kerikil dan pasir) maka hidup anda akan penuh dengan hal-hal kecil yang merisaukan dan ini semestinya tidak perlu. Karena dengan demikian anda tidak akan pernah memiliki waktu yang sesungguhnya anda perlukan untuk hal-hal besar dan penting. Oleh karena itu, setiap pagi atau malam, ketika akan merenungkan cerita pendek ini, tanyalah pada diri anda sendiri: "Apakah "Batu Besar" dalam hidup saya?" Lalu kerjakan itu pertama kali."

MAMPU MENGEMUDI?

Alkisah, seorang pembalap terkemuka baru menyadari bahwa dirinya tidak memiliki SIM (Surat Ijin Mengemudi). Ironis, ia telah merebut gelar juara balap mobil nasional selama beberapa tahun berturut-turut, namun ia tidak dapat mengemudi di jalan raya hanya karena tidak punya SIM. Mengingat pentingnya SIM, pergilah pembalap kita ini ke kantor polisi untuk mengurus SIM. Sesuai peraturan yang berlaku, sang pembalap juga harus mengikuti serangkaian tes tertulis dan praktek. Tes praktek yang berlaku di negara tempat tinggal pembalap ini meliputi tes mengemudi di jalan raya, berkeliling kota. Sang pembalap menjalani tes praktek ini dengan penuh rasa percaya diri, yakin akan lulus. Hei, bukankah dia sang pembalap terkenal? Di luar dugaannya, setelah tes berakhir, petugas polisi yang mengujinya malah menggelengkan kepala. “Maaf, Anda tidak lulus,” kata si petugas. “Apa?! Saya adalah sang juara nasional balap mobil! Bagaimana mungkin saya tidak lulus ujian SIM?!” teriak sang pembalap dengan gusar. “Tuan,” kata petugas polisi dengan sabar, “Masalahnya, Anda tidak pernah melakukan prosedur standar mengemudi di jalan raya, yaitu berhenti dan menoleh ke kanan - kiri sebelum berbelok di perempatan! Bagaimana mungkin Anda bisa lulus dengan cara mengemudi seperti itu?” Pengalaman masa lalu adalah pengalaman yang berharga dalam hidup, tetapi saat kita menjalani sebuah usaha baru, pandangan dan cara kerja sebelumnya, belum tentu dapat diterapkan seperti apa adanya, karena dalam sebuah usaha yang baru, terdapat prinsip dan peraturan permainan yang baru. Oleh karena itu, kadang kala kita harus melepaskan pengalaman yang lama, mengosongkan pikiran dan dengan rendah hati belajar dari awal. Dengan demikian, kita akan mendapatkan hasil yang maksimal. Jika ingin sukses, Anda harus menempuh jalur baru bukannya bepergian lewat jalur yang pernah dipakai untuk mencapai sukses sebelumnya.

Ketinggalan Pesawat

Alkisah seorang pegawai perusahaan bernama Badrun ditugaskan untuk melakukan perjalan-an dinas ke kota Pontianak dengan menggunakan pesawat pukul 15.00 dari Jakarta. Karena rumahnya yang jauh dari Bandara maka dia bergegas untuk berangkat lebih awal agar tidak ketinggalan pesawat, dan ternyata memang benar Badrun sampai dibandara lebih awal sehingga banyak sisa waktu sebelum berangkat, kesempatan ini dipergunakan Badrun untuk jalan-jalan melihat suasana bandara yang hiruk pikuk. Dalam perjalanannya menghabiskan waktu untuk berangkat, tibalah Badrun disatu toko penjual peralatan rumah tangga modern dan kebetulan di depan toko tersebut ada timbangan otomatis dan pengukuran tinggi badan dengan menggunakan dua keping uang logam senilai Rp. 500,00. Tertarik dengan timbangan dia pun berhenti dan mulai mengamat-amati benda tersebut. Mengingat tubuhnya sudah tambah gendut dan merasakan pakaiannya sudah semakin sempit, dia pun memberanikan diri untuk menimbang berat badannya. Begitu koin dimasukkan, mesin timbangan langsung memroses dalam hitungan detik keluar komentar dari mesin tersebut, “Nama Anda Badrun, tinggi 165 cm dan berat badan 70 kg. Anda bermaksud melakukan kunjungan kerja ke Pontianak dengan pesawat GA 504 pukul 15.00”. Betapa kagetnya Badrun, mesin ini ajaib bisa memberikan komentar secara spesifik. Penasaran dengan mesin ini, ia mencoba lagi dan ternyata jawaban yang diberikan mesin pun sama dengan yang pertama. Sekarang untuk yang ketiga kalinya, ia pergi ke toilet dan mengganti pakaian dengan celana pendek ala turis yang dibawanya. Ia ingin membuktikan apakah mesin ini bisa memberikan komentar seperti tadi. Ternyata jawaban yang diberikan mesin pun sama. Semakin penasaran, Badrun pun pergi ke salon yang ada di Bandara meminta dipotong rambutnya dan dipakaikan stelan jas yang dibawanya. Berbekal penampilan necis dan uang sisa terakhir, ia menguji kembali untuk keempat kalinya, apakah dengan penampilan maksimal sekarang sang mesin masih mampu mengenalinya. Setelah memasukkan uang logam, Badrun menunggu dengan cemas, dan keluarlah jawaban mesin yang mengagetkan Badrun, “ Nama Anda Badrun, tinggi 165 cm dan berat badan 70 kg. Anda baru saja ketinggalan pesawat GA 504 yang berangkat pukul 15.00 tujuan Pontianak.” Jika memperhatikan kehidupan kita sehari-hari, ternyata ada begitu banyak “si pencuri waktu” yang telah menghambat produktivitas kerja sehari-hari. Waktu adalah asset terbesar yang diberikan Sang Pencipta kepada setiap manusia dengan kuota yang sama, 24 jam sehari. Sebagian besar orang mampu memanfaatkannya secara baik, sebagian lagi tertatih-tatih untuk optimal. Sebagian merasa waktu 24 jam tersebut kurang, sebagian lagi merasa lama sekali rasanya 24 jam tersebut bergulir. Kondisi ini menunjukkan bukan berapa waktu yang kita miliki, namun yang terpenting adalah berapa banyak yang sudah kita perbuat untuk memanfaatkan waktu. Pemanfaatan waktu yang efektif adalah dengan mengukur skala prioritas sendiri dalam kehidupan. Apa yang paling penting dan terutama inilah yang dikerjakan terlebih dahulu, mendahului apa yang diinginkan. Sebagai contoh, efektivitas seorang karyawan begitu masuk kantor akan meningkat pada saat memulai hari kerjanya dengan mengerjakan hal-hal yang memang dibutuhkan oleh perusahaan. Dalam setahun ada 525.600 menit, bagaimana kita sudah memanfaatkan menit-menit kehidupan kita. Manfaatkanlah waktu dalam hidup ini dengan menit-menit yang berharga. ::Parlindungan M::