Selasa, 22 Juli 2008
1 DOLLAR 11 SEN
Alkisah di negeri seberang hiduplah seorang anak bernama Sally. Sally adalah anak pertama dari 2 bersaudara yang masih berusia 8 tahun.
Belum lama ini Sally harus berhadapan dengan kenyataan bahwa adik lelaki satu-satunya, George, sakit dan harus dioperasi. Orang tuanya yang berpenghasilan pas-pasan tidak mungkin untuk membiayai operasi yang mahal tersebut.
“Hanya do’a dan ‘mukjizat’ yang dapat menyelamatkan adikmu!” kata sang ayah kepada Sally.
“’Mukjizat’? Apa itu?” tanya Sally dalam hati. Sesaat kemudian Sally masuk ke kamar dan berdo’a untuk ‘mukjizat’ yang dia harapkan, yakni kesembuhan adiknya.
Setelah selesai berdoa, Sally keluar kamar dan menemui adiknya. Dia ingin tahu, apakah dengan do’anya tadi George sudah sembuh atau belum? Ternyata, adik kesayangannya itu belum juga sembuh. Lalu ia kembali ke kamar dan mengambil celengannya. Celengan itu lalu ia pecahkan sehingga uang logam yang ada di dalamnya berhamburan. Satu per satu uang itu dia pungut. Setelah dihitung, celengan itu ternyata berisi uang sejumlah 1 Dollar 11 Sen.
Berbekal uang 1 Dollar 11 Sen tersebut, Sally kemudian pamit kepada orang tuanya guna membeli obat untuk adiknya di Apotek seberang jalan. Dengan terharu, sang ibu melepas Sally untuk membeli obat dengan nilai uang yang sebenarnya tidak mungkin untuk menebus obat yang dimaksud.
Sesampai di apotek, Sally tidak terlalu ditanggapi oleh petugas apotek, mungkin karena ia masih terlalu kecil untuk berbelanja. Berbagai cara dilakukannya untuk menarik perhatian petugas apotek, namun tidak juga berhasil.
Sally tidak kehabisan akal. Dengan sedikit terpaksa dia mengetuk-ngetuk etalase dengan uang logamnya sehingga mengeluarkan suara yang agak bising. Akibatnya, dengan berang seorang petugas menghampiri Sally dan bertanya, “Mau apa kamu gadis kecil?”
“Saya mau membeli ‘mukjizat’ untuk kesembuhan adik saya yang sedang sakit!” jawab Sally mantap sambil menunjukkan uang recehnya yang berjumlah 1 Dollar 11 Sen tadi.
“Maaf gadis kecil, disini kami tidak menjual ‘mukjizat’. Kami hanya menjual obat-obatan. Silahkan kembali kepada orangtuamu dan mintalah uang tambahan agar dapat membeli obat yang kamu maksud!” ujar petugas dengan nada kesal.
“Bu, tolonglah! Kata ayah, hanya ‘mukjizat’ yang dapat menyembuhkan adik saya. Mungkin ibu bisa menolong saya?” pinta Sally.
Belum sempat sang petugas menjawab, tiba-tiba seorang pria yang mendengar ucapan Sally menghampirinya.
"Siapa namamu, Nak? Memangnya ‘mukjizat’ seperti apa yang dibutuhkan oleh adikmu?” tanya pria tersebut.
Sally pun kemudian menceritakan hal ihwal dirinya serta keadaan yang saat ini ia alami, sementara pria itu dengan sabar mendengarkan cerita Sally.
Semakin lama suara gadis kecil itu semakin parau. Bahkan ketika menceritakan kondisi adiknya, Sally mulai menangis. Cerita Sally tampaknya membuat hati pria itu tersentuh.
"Sudahlah, Nak. Jangan menagis! Sekarang dapatkah kamu mempertemukan saya dengan kedua orangtuamu? Kalau bisa saya ingin berkunjung kerumahmu sekaligus melihat kondisi adikmu yang sedang sakit itu," ungkap pria tersebut sambil memeluk Sally.
Usut punya usut ternyata pria tersebut adalah seorang dokter spesialis bedah terkenal yang baru datang ke kota itu, namanya Carlton Armstrong. Singkat cerita George akhirnya berhasil dioperasi dengan lancar sehingga kondisinya pulih seperti semula, dan operasi tersebut dilakukan langsung oleh Dr. Armstrong. Tidak Hanya itu, Dr Armstrong juga membebaskan seluruh biaya operasi.
“Operasi itu pasti sangat mahal. Kalau saja kamu tidak mempunyai keyakinan dab cinta kasih kepada adikmu, ibu tidak bisa membayangkan berapa harga yang harus dibayarkan untuk itu semua", puji ibu Sally sambil memeluk putri kesayangannya.
”Bu, harga operasi itu 1 Dolar 11 Sen ditambah dengan ‘mukjizat'”, Jawab Sally dengan penuh sukacita.
KEKUATAN cinta kasih adalah “mukjizat”. Dalam arti keajaiban yang mampu membuat sesuatu yang tidak mungkin menjadi mungkin. “Mukjizat” dan pertolongan Tuhan, terkadang datang secara tidak terduga, namun selalu tepat, tidak terlalu cepat dan tidak pernah datang terlambat. Manusialah yang terkadang mempersepsikannya berbeda-beda.
Dalam perwujudannya, cinta kasih akan semakin bermakna ketika ketulusan hadir saat kita membina hubungan dengan orang lain. Cinta kasih, makin identik dengan pengorbanan dan sentuhan yang sungguh-sungguh dari sesorang terhadap orang lain. Tanpa pengorbanan dan ketulusan untuk rela memberi tanpa pamrih, cinta kasih menjadi bahasa yang tidak memiliki makna apa-apa.
Lalu, di manakah kekuatan cinta itu? Kekuatan dahsyat tersebut dapat dirasakan ketika kita mengasihi dan mencintai orang lain seperti layaknya kita mengasihi serta mencintai diri kita sendiri. Setiap orang akan mampu mencintai sesamanya pada saat ia sadar dengan penuh syukur bahwa ia memiliki benih cinta yang tidak lain adalah anugerah Tuhan.
Bukan titik yang menyebabkan tinta, melainkan tinta yang menyebabkan titik. Bukan cantik yang menyebabkan cinta melainkan cintalah yang menyebabkan cantik.
::KH. Abdullah Gymnastiar
Label:
Learning to Motivation